Sabtu, 13 Juli 2013

SEJARAH PERISAI DIRI




Pendiri  Keluarga Silat Nasional Indonesia Perisai Diri adalah RM. Soebandiman Dierdjoatmojo, yang akrab dengan panggilan Dirdjo. Beliau adalah putra RM Pakoe Alam Soedirdjo, lahir di Yogyakarta tanggal 08 Januari 1913 di lingkungan Keraton Paku Alaman. Sejak berusia 9 tahun dirdjo telah dapat menguasai ilmu silat yang ada di keraton. Karena ingin meningkatkan kemampuan ilmu silatnya, setamat HIK, Dirdjo kecil meninggalkan keraton Paku Alaman dengan berjalan kaki, hanya berbekal tekad. Sampai di jombang, yang merupakan pusat pesantren Tebu ireng, sambil belajar ilmu silat dari Hasan Basri.
Sambil belajar dan bekerja di Pabrik Gula Peterongan, dengan tekun Dirdjo terus memperdalam ilmu dan tidak menyia-nyiakan waktu selama di perantauan. Setelah merasa cukup, beliau kembali ke Solo dan mendatangi bapak sahid sahab untuk berguru silat. Selanjutnya ia berguru kepada kakeknya, Jogosurasmo yang ahli ilmu kanuragan. Tujuan selanjutnya adalah kota Semarang, dimana beliau belajar ilmu silat pada Bapak Soegito. Masih belum puas dengan pengalaman dan ilmu yang dimilikinya, Pak dirdjo berguru ilmu kanuragan di Pondok Randu Gunting, Semarang. Langkah selanjutnya menuju ke daerah Jawa Barat, dimulai dari kota cirebon yang waktu itu cukup dikenal sebagai tempat menimba ilmu silat dan kanuragan. Daerah kuningan juga dikunjunginya untuk berguru ilmu silat.
Setelah Jawa Barat, pak dirdjo yang belum puas menuntut ilmu silat, juga berlatih silat MinangKabau dan silat Aceh. Tekadnya untuk menggabungkan dan mengolah berbagai ilmu yang dipelajari membuat beliau tidak bosan-bosan menimba ilmu. Berpindah guru baginya berarti mempelajari hal yang baru dan menambah ilmu yang dirasakannya kurang. Berbagai pengalaman dan gemblengan akhirnya menjadikan Dirdjo bermental baja dan penuh percaya diri. Beliau yakin, bila segala dikerjakan dengan baik dan didasari niat yang baik, maka Tuhan akan menuntun untuk mencapai cita-citanya, beliau pun mulai meramu ilmu silat sendiri. RM. Soebandiman Dirdjoatmodjo lalu menetap di Parakan, Banyumas, dan membuka Perguruan Silat Eka Kalbu, suatu saat beliau bertemu dengan seorang Tionghoa yang beraliran beladiri Siauw Lim Sie, Yap Kie San namanya, Dirdjo yang menuntut ilmu beladiri Siauw Liem Sie dari suhu Yap Kie San selama 14 tahun. Berbagai cobaan dan gemblengan beliau jalani dengan tekun sampai akhirnya berhasil mencapai puncak latihan ilmu silat dari Suhu Yap Kie san.
Setinggi-tinggi burung terbang akhirnya kembali juga ke sarangnya. Begitu juga dengan Dirdjo yang akhirnya kembali ke tanah kelahirannya, Yogyakarta. Ki Hajar Dewantoro yang masih Pak De-nya, meminta Dirdjo mengajar silat di lingkungan Perguruan Taman Siswa. Tahun 1947 Dirdjo di angkat menjadi Pegawai Negeri pada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan seksi Pencak Silat. Dengan tekad mengembangkan ilmunya, Pak Dirdjo lalu membuka kursus silat umum, selain mengajar di HPPSI dan Himpungan Siswa Budaya.
Tahun 1954 beliau di pindahkan ke Kantor Kebudayaan Jawa Timur. Disinilah dengan dibantu Imam Ramelan, beliau membuka dan mendirikan kursus pencak silat “Keluarga Silat Nasional Indonesia PERISAI DIRI” pada tanggal 02 Juli 1955. 
Adapun janji Perisai Diri adalah sebagai berikut :
             1.      Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
             2.      Setia dan taat kepada  negara
             3.      Mendahulukan kepentingan negara
             4.      Patuh kepada perguruan
             5.      Memupuk rasa kasih sayang
Teknik silat yang diajarkan adalah gabungan berbagai ilmu beladiri yang ada di Indonesia. Pengalaman dan ilmu yang dikuasainya selama itu kini tercurah dalam teknik yang sangat sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anatomi tubuh manusia.
Dari mulai didirikan hingga kini silat PERISAI DIRI tidak pernah berubah, berkurang atau bertambah. Dengan motto Pandai Silat Tanpa Cidera, Perisai Diri diterima oleh berbagai lapisan masyarakat untuk dipelajari sebagai ilmu beladiri. Tanggal 09 Mei 1983, RM Soebandiman Dirdjoatmodjo berpulang ke Rahmatullah. Tanggungjawab untuk melanjutkan teknik dan pelatihan silat Perisai Diri beralih kepada murid-muridnya yang kini telah menyebar ke seluruh pelosok tanah air dan beberapa negara di Eropa, Amerika, dan Australia. Untuk menghargai jasanya, pemerintah Indonesia menganugerahkan gelar “Pendekar Purna Utama” bagi bapak RM Soebandiman Dirdjoatmojo tahun 1986.
Dalam kurikulum Perisai Diri, seorang siswa akan diberikan materi latihan yang mencakup pelajaran :
               1.      Tangan kosong
               2.      Senjata
               3.      Pernafasan
               4.      Kerohanian.
Seluruh pelajaran diatas akan diberikan secara bertahap dan terstruktur sesuai dengan tingkatan yang dimiliki. Setiap tingkatan di Perisai Diri memilki target tersebut sangat penting untuk mempelajari teknik yang lebih mendalam pada tingkatan selanjutnya. Pelajaran tangan kosong, yang merupakan ‘basic’ dari seluruh teknik, dipelajari dimulai dari tingkat dasar sampai tingkat tertinggi, yaitu Pendekar. Setelah cukup mengetahui pelajaran tangan kosong, siswa mulai diberikan pelajaran senjata pada saat menginjak tahun ke tiga. Senjata yang dipelajari juga bertahap, dimulai dari senjata pendek sampai senjata panjang. Ingin tahu lebih dalam lagi?simak aja bagian tangan kosong dan senjata. Selain tangan kosong dan senjata, Perisai Diri juga memberikan pelajaran pernafasan. Latihan pernafasan digunakan untuk menambah tenaga dalam melakukan serangan dan menambah kecepatan dalam bergerak. Istilah ini lebih dikenal dengan istilah guan-kang dan gin-kang. Namu apa yang diberikan oleh Perisai Diri agak berbeda dengan gua-kang dan ginkang yang berasal dari cina.
Senjata dalam perisai diri
Dalam silat perisai diri, pelajaran senjata dibagi menjadi 2 macam. Pelajaran senjata wajib dan senjata tambahan. Senjata wajib dipelajari sejak mereka berada ditingkat keluarga, setelah 2 tahun mengikuti perisai diri. Adapun senjata wajib tersebut adalah pisau, pedang dan toya. Pelajaran tersebut diberikan secara berstruktur dimulai dari dasar pemahaman senjata dan cara penggunaannya. Pembagian senjata wajib dalam perisai diri yaitu :
             1.      senjata pendek
             2.      senjata sedang
             3.      senjata panjang.
Kenapa pisau, pedang dan toya menjadi senjata wajib di perisai diri. Karena pisau adalah dasar dari senjata pendek. Setelah mempelajari senjata tersebut, anggota perisai diri diharapkan bisa mengunakan senjata pendek lain seperti keris, gunting, dll. Pedang adalah dasar dari senjata sedang. Sesuai dengan bentuknya pedang berfungsi
untuk memperpanjang dan mempertajam serangan. Setelah mengerti akan penggunaan pedang, siswa diharapkan
dapat menggunakan benda dengan panjang yang sama sebagai senjata. Toya adalah dasar dari senjata panjang. Tidak berbeda dengan senjata yang lain, setelah belajar teknik toya siswa diharapkan bisa menerapkan benda apapun yang panjang sebagai senjata. Selain senjata wajib ini perisai diri juga memberikan pelajaran senjata lain seperti samurai, kipas, abir, pentung, teken, temeng, clurit dll. Seluruh senjata yang tidak termasuk dalam senjata wajib, oleh PD dikategorikan sebagai senjata tambahan, namun dalam mempelajarinya tidak terkait dengan tingkatan.